Mengisi Liburan
Liburan telah tiba. Masing-masing orang telah mempersiapkan diri
untuk berlibur. Rencana demi rencana pun telah tertulis di memo liburan.
Termasuk aku. Setelah disibukkan mengajar anak didik di SMA Negeri 1 Manis Mata
selama semester ganjil yang usai setelah ditandai bagi rapot tanggal 22
Desember 2012.
Liburan kali ini, saya memilih berkunjung ke Pontianak. Selain
berniat mendeteksi (hahaha seperti misteri saja) keberadaan calon istri yang
telah lama tak terlihat di depan mata, liburan kali ini bertujuan untuk
menjejaki sisa-sisa langkah dulu saat menjadi mahasiswa di Untan. Selain itu,
motor baruku perlu perjalanan jauh, bahasa kerennya Rayen, hahaha
(semoga tulisannnya tidak salah!).
Nah, berbicara tentang kendaraan baru (si Vixion Merah) sengaja di
bawa ke Ponti untuk dipercantik di sana. Maklum, daerah tempatku ini salon
untuk motor belum terlalu mantap.hehehe. Rencana untuk si merah adalah
dipercantik dengan riben dan sebeng pelindung mesin. Kenapa mesti melindungi
mesin? Lagi-lagi alasannya adalah zona tempat tinggal yang masih beraspal
merah. Jadi, saat musim hujan seperti saat ini (Desember-Januari) aspal merah
akan melekat di bodi kendaraan, terutama mesin. Oleh karena itu, liburan kali
ini si merah harus diberi sebeng agar lebih cantik dan bodi mesinnya
terlindungi.
Untuk liburan kali ini tidak membutuhkan banyak biaya. Hal itu
dikarenakan tempat liburan yang masih dalam satu pulau dan terjangkau cukup
menggunakan kendaraan pribadi seperti si merah ini.
Segala persiapan liburan telah dipersiapakan. Pakaian, Peralatan,
dan tentu saja anggaran. Aku berangkat dari rumah hari Sabtu 22 Desember 2012.
Rencana semula berangkat pukul 06.00 dengan pertimbangan agar sampai penyeberangan
(Teluk Batang) sore hari. Maklum, waktu tempuh dari Kec.Air Upas ke Kota Ketapang
saja paling cepat 4 jam. Setelah itu, dilanjutkan perjalanan ke Melano 1-2 jam,
dan lanjut lagi ke Teluk Batang dengan waktu tempuh 30 menit sampai 1 jam.
Kenapa mesti ke Teluk Batang? ya, karena di sinilah penyeberangan menuju Rasau
Jaya. Itulah yang menjadi pertimbangan untuk berangkat pukul 06.00 WIB agar
sampai di penyeberangan tepat waktu dan tentunya tak ketinggalan kapal (klotok
atau very).
Manusia bisa berencana
Allah yang menentukan. Saat bersiap pergi, ternyata langit menangis. Hujan turun
dengan derasnya. Sempat berniat menerobos hujan menggunakan mantel. Akan
tetapi, sirine peringatan dari Mba Tina dan Ibunda tercinta membuat niat itu
terhenti. "Tunggu sampai reda! jangan nekad, ini hujan lebat!"
begitula kira-kira bunyi gaungnya. Alhasil, hujan berhenti dari
derasnya pukul 10.00 WIB dan kini masih sisa rintikan halus, yang disebut
gerimis. Tak kuat harus menunggu lebih lama lagi, gerimis kali ini tak
menyurutkan langkah. Aku nekad menerobosnya! Sirine peringatan juga tak
berbunyi saat aku salaman untuk pamit pergi.
Aku pergi tak sendiri. Tetanggaku yang kebetulan juga muridku,
ingin ikut liburan ke Ketapang. Jadi, tekad menerobos gerimis ini tak sendiri.
Kami menggunakan kendaraan masing-masing. Aku menggunakan Yamaha Vixion
sedangkan Arifin menggunakan Honda Beatnya. Akan tetapi, keikutsertaannya
justru menambah lama perjalananku. Waktu tempuh yang semestinya 3-4 jam saja,
molor menjadi 6 jam dikarenakan Arifin sangat lambat mengendarai motornya.
Jadi, sampai di Kota Ale-Ale (Ketapang) pukul 16.00. Hal itu tentu merusak
semua rencana yang semula, yaitu pukul 16.00 sudah sampai di penyeberangan
Teluk Batang. Setelah dipertimbangkan dan dihitung-hitung waktu tempuhya,
kuputuskan untuk beristirahat dulu di Ketapang karena tak mungkin terkejar kapal-kapal
yang akan menyebrangkanku ke Rasau Jaya.
Penginapan
Ketapang- Rapat kecil dengan Arifin menentukan tempat menginap pun
segera dilakukan. Mengingat waktu terus berlalu dan mentari kian condong ke
arah barat.
“Kita ke hotel yang murah aja, Pak.” Sarannya.
“Ya, boleh saja. Yang saya tahu tempat menginap yang murah ya di
Hotel Murni.”
“Berapa Pak semalamnya?”
“Bergantung pilihannya, Fin. Ada yang 40.000 sampai ratusan ribu. Yang paling
murah 40.000.”
“Wah, itu sih masih mahal, Pak! Tidak ada yang lebih murah?”
Berpikir sejenak mencari solusi.
“Ya sudah. Kita nginap tempat Pak Sayidin saja. Nginap geratis,
masalah makan kita bisa beli di warung makan terdekat!”
“OK! Mantap, Pak!”
“Sebelum ke sana kita cuci motor dulu. Tak enak mengotori rumah
orang dengan aspal merah yang melekat di motor ini!”
Arifin memilih tempat mencuci motornya di pencucian yang pertama
ditemuinya. Masih di daerah Tuan-Tuan (Tempat kediaman Pak Sayidin). Sekilas tentang
Pak Sayidin, dia adalah salah satu guru agama islam di SMA Negeri 1 Manis Mata
yang merangkap Wakil Kepsek serta Waka Kurikulum. Sedangkan saya, memilih
mencari tempat pencucian motor yang lain karena dengan pertimbangan tak harus
antri. Benar saja, di salah satu pencucian motor tak perlu antri karena memang
sedang tak ramai. Saat pencucian motor selesai tak jua kulihat Arifin berlalu. Hal
itu menandakan dia masih belum selesai mencuci motornya. Dengan sedikit kesal,
karena lagi-lagi Arifin memperlambat waktu saya menyusuri kembali jalanan untuk
menemuinya di tempat sebelumnya. Benar saja, dia belum selsai mencuci motornya.
“Kenapa lama, Fin!”
“Ah, tukang cuci motornya ini belum lihai. Berkali-kali saya tegur
karena kurang bersih mencucinya. Masih bagus dan bersihan saya yang amatir,
Pak!” Gerutu Arifn.
Celotehan Arifin benar adanya. Hal itu saya buktikan karena
melihat sendiri bagaimana tikah si pencuci motor itu. Akhirnya, derita terulur
waktu sampai menjelang azan magrib saya dan Arifin bergegas ke kediaman Pak
Sayidin. Kami disambut hangat. Dipersilakan masuk dan disediakan minuman
hangat, kopi. Karena saya tak minum kopi, gelas Arifin yang telah berkurang
kuisi kembali dengan kopiku. Jadi, kopi terlihat diminum meski tak
diminum.hahaha.
Bersambung. . .
Cerita berikutnya:
“Esok Hari”, “Di Pontianak”,
dan “Pulang”
“Bergantung pilihannya, Fin. Ada yang 40.000 sampai ratusan ribu. Yang paling murah 40.000.”