Nama aslinya Suryadi Abdillah Hissolihin,S.Pd., saat ini menjadi tenaga pendidik di SMA Negeri 1 Manis Mata Kab.Ketapang Kalbar, mengampu bidang studi Bahasa Indonesia. Gelar sarjana pendidikan diraihnya di Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat, pada Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Untan. Blog pribadinya ini tidak hanya berisi sastra (cerpen atau puisi) tapi ada juga aplikasi dan ulasan-ulasan pribadi.
Selasa, 23 April 2013
PUISI SESAL
"SESAL"
Sebuah kata sesal menerkam angan
Sebuah kata yang selalu hadir setelah semua berlalu
Sesal yang membuatku menyesal
Semua telah terlewati
Kini hanya kata sesal yang temani
Semua telah terjadi
Kini hanya kata sesal yang temani
Sesal, andai kau datang lebih dulu
Sesal, tentu aku takkan sesesal ini
Apa yang harus kulakukan kini
Melalui kata ini kuungkap, aku menyesal
Aku menyesal
Wahai kawan kuharap kau hati-hati melangkah
Agar sesal tak menghantui harimu
Agar bukan sesal yang kau raih
Namun, kebanggaan yang membahagiakanmu
Sesal takkan datang menemuimu
Ingat kawan, cerna sebeleumnya
Pertimbangkan dengan matang segalanya
Maka, sesal takkan mendatangimu
Sesal akan menjauh kawan!
Senin, 08 April 2013
Puisi Tentang SIswa Kelas XII IPS 2 SMA Negeri 1 Manis Mata 2012/2013
KELAS YANG MATI
DI sudut meja ini
berdiri sebuah bunga plastik
Sudut meja seorang
guru
Meja ini menjadi
indah dengan indahnya warna bunga
Merah muda serta
hijau daunnya menyejukkan mata
Sejenak duduk di
sini, kesejukan itu terasa
Namun, sejenak
kemudian sirna
Hanyut bersama riuh
suara
Lenyap bersama deru
tawa
Tak hanya bisik
yang menggema
Pelajar-pelajar itu
merusak segalanya
Memerkosa
kesejukan sebelumnya
Mencabik-cabik
semangat yang terebentuk
Memadamkan bara
semangat yang membara
Bunga itu kini tak
mampu memberi warna
Pudar bersama
sumbangnya suara
Riuh! Kian riuh!
Benar, tak hanya
bisik yang menggema!
Entah berapa petuah
tumpah di kelas ini
Andai sebentuk air,
mungkin kelas ini telah tenggelam
Kelas ini tentu
telah luluh lantak, bagai terserang tsunami
Namun, petuah itu tak
menggenang di sini
Tak dirasa para
siswa yang beranjak dewasa ini
Mengapa begini?
Entahlah.
Mungkin bunga itu
dapat menjawabnya
Atau mungkin warna
itu tak menyejukkan hati mereka?
Atau justru hati
mereka mati?
Mati seperti meja,
kursi, dan jendela kelas ini?
Pelajar, sampai
kapan warna kelam ini di sini
Kapankah sirna dan
berlalu pergi?
Ah! Pelajar yang
hatinya mati!
Segalanya tak
berarti di sini
Kelas yang mati!
Langganan:
Postingan (Atom)